RuangSeni – Kemarin, Teater Tertutup Taman Budaya Provinsi Lampung menjadi saksi dari acara Puncak Apresiasi Sastra Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP PGRI Bandar Lampung 2025. Acara ini mengusung tema “Menyemai Ruas Memori Sejarah Lampung Melalui Apresiasi Sastra”, menghadirkan pertunjukan teater musikal yang menggugah dengan tiga karya bertema perjuangan sejarah Lampung.
Meski dipentaskan oleh mahasiswa PGSD semester 3 yang minim pengalaman seni, pertunjukan ini sukses mencuri perhatian penonton. Dipandu oleh tangan-tangan profesional, karya yang disajikan penuh pesan moral, sejarah, dan keindahan seni.
Satu Panggung, Tiga Cerita Perjuangan

1. Danirmala di Bumi Sekala
Acara kemarin dibuka oleh karya, “Danirmala di Bumi Sekala”, karya yang disutradarai oleh Riza Kharisma Putra dan dikoreografi oleh Silvia Dewi, menyajikan kisah heroik Pangeran Dalom Merah Dani atau Hi. Harmain, Sultan Sekala Brak dari Kepaksian Pernong (1869–1909).
Lakon ini menggambarkan perjuangan Pangeran Dalom melawan pengkhianatan dan penindasan, sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam. Salah satu momen ikonis adalah penghormatan dari Sultan Abdul Hamid II yang memberikan kain kiswah dan pedang Istanbul sebagai simbol persaudaraan.
Cerita dimulai dengan seorang anak yang meminta ayahnya menjelaskan sejarah Pangeran Dalom sebagai tugas kuliah. Adegan berlanjut pada perlawanan Pangeran Dalom melawan penghianat bangsa, diakhiri dengan semua pemeran berjoget riang diiringi lagu Lampung.

2. Tambur Perang Hisbullah
Di bawah arahan sutradara Gandi Maulana dan koreografer Sulhan Jamil, lakon ini menghidupkan kembali perjalanan KH. Ahmad Hanafiyah, seorang ulama dan pahlawan nasional asal Lampung. Karya ini merefleksikan perjuangan beliau memimpin pasukan santri Hizbullah dalam melawan penjajah Belanda. Adegan-adegan menegangkan yang menggambarkan persiapan pasukan di Tanjung Karang hingga pertempuran di Baturaja memikat hati penonton.
Akhir cerita yang tragis, ketika KH. Ahmad Hanafiyah wafat akibat kekejaman Belanda, membawa suasana haru di dalam gedung pertunjukan. Penonton terlihat terdiam sejenak sebelum memberikan apresiasi dengan tepuk tangan meriah.

3. Purnama Kandas di Rumpun Bambu
Sebagai penutup, “Purnama Kandas di Rumpun Bambu”, karya yang disutradarai oleh Dodi Firmansyah dan dikoreografi oleh Yovi Sanjaya, mengisahkan perjuangan KH. Gholib di Pringsewu selama Agresi Militer Belanda 1949.
Lakon ini mengangkat taktik perang gerilya yang digunakan KH. Gholib untuk melawan Belanda, meski dihantam pengkhianatan dari “Macan Loreng,” pasukan rahasia yang dibentuk Belanda dari kalangan pribumi. Penangkapan dan eksekusi KH. Gholib di Pringsewu menjadi klimaks yang memancing isak tangis penonton. Keberanian, cinta, dan kehilangan menjadi tema yang menyentuh hati, terutama melalui penampilan apik para mahasiswa yang memerankan keluarga KH. Gholib. Cahaya lilin yang memenuhi panggung, diiringi sholawat “Padang Bulan,” menciptakan penutup yang indah sekaligus memilukan.
Apresiasi Penonton: Tersentuh dan Terinspirasi
Penonton memadati teater dengan antusiasme yang luar biasa. Banyak yang mengaku tersentuh dengan pengemasan kisah perjuangan Lampung dalam balutan seni teater musikal. Salah satu penonton, Dewi Sri menyatakan, “Saya tidak menyangka mahasiswa PGSD yang bukan berlatar seni mampu menyuguhkan karya seperti ini. Saya sangat tersentuh, terutama dengan pesan-pesan perjuangan yang disampaikan dalam pertunjukan.”
Acara ini menjadi bukti bahwa seni bisa menjadi medium yang kuat untuk menyampaikan sejarah dan membangkitkan kesadaran budaya. Puncak Apresiasi Sastra 2025 tak hanya menghibur, tetapi juga memberi pelajaran berharga tentang perjuangan, pengorbanan, dan cinta terhadap tanah air.